SENYUM BARU PENDERITA BIBIR SUMBING DAN LANGIT–LANGIT MULUT DI ACEH

RAHMAD MAULIZAR

MEULABOH, ACEH

Tidak sedikit penderita atau orang tua penderita bibir sumbing menolak dioperasi. Hal ini dikarenakan mereka menganggap bibir sumbing adalah takdir dan tidak  dapat disembuhkan. 

SELAMA 18 tahun, hal yang paling diinginkan oleh Rahmad Maulizar, laki-laki kelahiran Meulaboh, Aceh, 20 September 1993, adalah bisa tersenyum dengan lepas tanpa beban dan rasa rendah diri. Bagi penderita bibir sumbing seperti dia, keinginan sederhana itu memiliki arti yang begitu besar. Ibaratnya, setengah beban yang ada di pundaknya terangkat.

Pada 2008 sampai 2011, Rahmad harus menjalani lima kali operasi. Beruntungnya, dia berhasil mendapatkan kesempatan operasi gratis sehingga bisa mendapatkan senyum dan harapan hidup baru. Rahmad kemudian bertekad menyebarkan senyum dan harapan hidup baru yang dirasakannya bagi para penderita bibir sumbing dan langit-langit di seluruh Provinsi Aceh.

Senyum bahagia seorang pasien yang sudah berhasil mendapatkan operasi bibir sumbing gratis.

Program ini murni bertujuan sosial. Rahmad mengajak pasien dan keluarganya  datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan operasi bibir sumbing gratis.

Banyaknya penderita bibir sumbing dan langit-langit mulut di Aceh menggerakkan hati Rahmad. Sebagai seseorang yang pernah mengalami hal itu, Rahmad bertekad untuk berkeliling ke pelosok desa sampai ke pulau terkecil dan terluar di Aceh. Kepada para penderita bibir sumbing, ia membagikan pengetahuan terkait kelainan tersebut beserta informasi tentang operasi gratis bagi mereka.

Pada 2011, Rahmad memutuskan mengabdikan dirinya dengan menjadi pekerja sosial yang bekerjasama dengan Smile Train Indonesia. Rahmad pun mencetuskan program Pemberi Senyum dan Harapan Hidup Baru Anak-anak Sumbing di Aceh sebagai upaya pendampingan dan pelayanan kesehatan berupa operasi gratis bagi penderita bibir sumbing dan langit-langit mulut. 

Program ini murni bertujuan sosial. Rahmad mengajak pasien dan keluarganya untuk datang ke rumah sakit demi mendapatkan pelayanan operasi bibir sumbing gratis.

Percakapan Rahmad lewat ponsel dengan pasien penderita bibir sumbing untuk mendapatkan operasi gratis.

Rahmad berkeliling ke penjuru desa di Provinsi Aceh untuk mencari sebanyak mungkin penderita bibir sumbing dan langit-langit mulut. Kemudian Rahmad memastikan para penderita mendapat pelayanan operasi gratis dari Smile Train Indonesia, yang berkolaborasi dengan Rumah Sakit Malahayati Banda Aceh. 

Sebagai mantan penderita bibir sumbing, Rahmad tidak ingin masa kecilnya yang suram dan sering mendapat hinaan itu dialami oleh anak-anak lain. Ia menyadari bahwa kerja sosial yang dimulainya ini akan berpengaruh besar bagi masa depan anak-anak yang ia bantu. Kerja kerasnya mencari penderita bibir sumbing di seluruh penjuru Aceh semata-mata karena ia tidak ingin ada penderita bibir sumbing yang merasakan pahitnya hidup seperti kehidupan Rahmad dahulu sebelum dioperasi.

Pada Juni 2018, Rahmad berhasil lulus kuliah di Universitas Teuku Umar dan menjadi sarjana. Sebulan setelah itu, ia pun menikahi seorang gadis Aceh.

Persyaratan untuk operasi bibir sumbing sebenarnya tidak terlalu sulit. Penderita minimal berusia 3 bulan dengan berat badan 5 kilogram. Sedangkan untuk penderita langit-langit bocor, usia minimal 9 bulan dengan minimal berat badan 10 kilogram. Semua pasien harus dalam keadaan sehat. 

Awalnya, mereka banyak yang tidak tahu bahwa bibir sumbing bisa dioperasi dan disembuhkan bahkan tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun. Masyarakat Aceh, khususnya di pedalaman, mengira bahwa bibir sumbing dan langit-langit bocor tidak dapat disembuhkan. Mereka kebanyakan pasrah dengan keadaan diri dan anak-anak mereka. Sampai akhirnya Rahmad menemukan mereka lalu menyampaikan edukasi tentang operasi serta penyembuhan bibir sumbing dan langit-langit bocor. 

Pendekatan persuasif yang dilakukan Rahmad kepada para penderita bibir sumbing dan orang tua mereka terbukti cukup efektif. Ia  memberikan contoh dirinya sendiri sebagai mantan penderita bibir sumbing yang kini sudah sehat dan bisa hidup normal tanpa cacian dan hinaan. Ia meyakinkan mereka bahwa bibir sumbing dapat disembuhkan. 

Hal lain yang mendorong mereka menolak dioperasi adalah ketakutan akan biaya yang mahal. Bahkan jika operasi diberikan secara gratis pun mereka khawatir akan keluar biaya banyak untuk transportasi dan penginapan di sekitar rumah sakit khususnya bagi para pasien yang tinggal di luar Banda Aceh. Untung hal ini terbantu dengan adanya Rumah Singgah hasil donasi dari para mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Donasi tersebut selaras dengan cita-cita Rahmad membangun sebuah rumah singgah sederhana di Banda Aceh untuk tempat tinggal sementara para keluarga pasien yang menjalani operasi gratis di Banda Aceh. Pasien yang berasal dari pelosok desa terpencil pada umumnya terlalu lelah untuk  langsung masuk rumah sakit dan menjalani operasi. Bahkan ada beberapa dari mereka yang keluarganya jatuh sakit karena terlalu lelah mengurus pasien. Dengan adanya rumah singgah, diharapkan para pasien dan keluarga dapat cukup beristirahat.

Tidak hanya menolong penderita bibir sumbing dan langit-langit bocor, Rahmad juga aktif menggalang dana dan berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk mereka yang terdampak pandemi Covid-19. Rahmad terus menebar kebaikan dengan cara melakukan kegiatan positif bagi masyarakat di sekitar.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search