AGAR GENERASI MUDA TIDAK KECANDUAN GAWAI

ACHMAD IRFANDI

SIDOARJO, JAWA TIMUR

Berbagai permainan  tradisional ternyata cukup efektif untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari gawai.

Relawan Kampung Lali Gadget (KLG) sedang mengumpulkan ponsel anak-anak peserta acara KLG. 

ACHMAD IRFANDI merasa resah atas fenomena penggunaan gawai yang berlebihan di kalangan anak-anak. Meski di kampungnya, Dusun Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, tidak ada kasus serupa, Irfandi merasa perlu menggagas sesuatu sebagai antisipasi agar lingkungan tempat tinggalnya terhindar dari kecanduan gawai.

Supaya pikiran anak-anak sehari-hari tidak hanya terfokus pada gawai, perlu kegiatan lain yang menyenangkan seperti yang ada pada gawai. Lalu, pada 1 April 2018, Achmad Irfandi mencetuskan ide untuk membuat sebuah program yang ia namai Kampung Lali Gadget (KLG). Dalam program itu Achmad berupaya mengangkat permainan tradisional untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari gawai.

Pada saat itu juga ia menggelar kegiatan literasi pertama di desanya bekerja sama dengan  komunitas Darjoclub. Pada 11 Mei 2018 kegiatan literasi kedua kembali digelar. Kali ini mengangkat tema dolanan  tradisional untuk mengobati kecanduan gawai. Kegiatan ini  mulanya digelar untuk anak-anak di Dusun Pagerngumbuk, lalu perlahan makin meluas dan mendatangkan anak-anak dari dusun lain.

Sepanjang 2018-2019 KLG mengadakan kegiatan rutin setidaknya setiap dua bulan sekali. Irfandi melakukan pendekatan ke sekolah-sekolah serta memanfaatkan jejaring komunitas yang  berfokus pada anak-anak untuk terlibat dalam kegiatan ini. Hingga saat ini, 60 persen peserta kegiatan ini adalah anak-anak dari Desa Pagerngumbuk.

Berbagai jenis permainan tradisional yang dikenal di Indonesia ia anggap punya nilai positif yang jauh lebih banyak ketimbang hanya menghabiskan waktu untuk memelototi gawai setiap hari.

Rachma Zulfata, atlet egrang nasional, yang merupakan salah satu relawan Kampung Lali Gadget, sedang mengajarkan permainan egrang kepada anak-anak pengunjung KLG.

Aktivitas yang digelar dalam program ini mengajarkan edukasi budaya, kearifan lokal, olahraga, edukasi satwa, serta permainan tradisional. Irfandi juga membangun gubuk baca di halaman depan rumahnya agar bisa dipakai anak-anak sebagai basecamp. Supaya terasa lebih seru dan memancing antusiasme anak-anak, kegiatan ini juga dilakukan dengan memanfaatkan sawah, sungai, serta sejumlah lahan perkebunan warga setempat. Irfandi ingin agar anak-anak merasakan pengalaman bermain yang nyata di lingkungan tinggal mereka sehari-hari. 

Kampung Lali Gadget yang digagasnya bertujuan mendorong masyarakat Indonesia secara umum agar bijak menggunakan gawai;  membentuk generasi emas yang tidak didikte teknologi, namun menguasai teknologi; serta bisa mewariskan budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Irfandi juga menyampaikan materi pendidikan parenting bagi para orang tua. Harapannya orang tua juga turut teredukasi dan bisa mengambil peran untuk mengawasi anak mereka di rumah serta bisa menjadi orang tua yang menyenangkan. 

Daniel seorang pencerita wayang modern sedang menghibur anak-anak di Kampung Lali Gadget (KLG).

Berbagai jenis permainan tradisional yang dikenal di Indonesia ia anggap punya nilai positif yang jauh lebih banyak ketimbang hanya menghabiskan waktu untuk memelototi gawai setiap hari.

Keberadaan KLG juga meningkatkan budaya baca di masyarakat sekitarnya, terutama di kalangan anak-anak, serta mengurangi  paparan hoaks yang hadir di media sosial. Lebih jauh dari itu, program ini juga mengangkat potensi desa menjadi desa wisata/desa tematik edukatif serta membentuk kampung ramah anak. 

Setiap hari selalu ada kegiatan edukasi, permainan, pengenalan sistem desa, hingga kunjungan ke sawah. Pada tahun 2018, KLG berhasil mendatangkan 475 anak dalam berbagai kegiatan tersebut. Semua kegiatan dalam KLG digratiskan  untuk warga desa setempat. Sedangkan anak yang berasal dari luar desa harus membayar Rp15.000. Dalam  setiap kegiatan besar, minimum 150-200 anak yang hadir dari berbagai desa di Jawa Timur.

Dengan adanya aktivitas rutin dan kunjungan berkala dari pendatang, masyarakat sekitar bisa diberdayakan sehingga bisa memperoleh penghasilan tambahan.

Anak-anak pengunjung Kampung Lali Gadget (KLG)antre untuk menyerahkan ponsel mereka ke panitia acara.

Dengan adanya aktivitas rutin dan kunjungan berkala dari pendatang, masyarakat sekitar bisa diberdayakan sehingga bisa memperoleh penghasilan tambahan.

Secara bertahap, KLG juga melakukan pengenalan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) desa dan menyediakan tempat berjualan untuk warga ketika ada kegiatan. Lambat-laun, kegiatan KLG bahkan mulai memicu munculnya kegiatan ekonomi lain. Misalnya, perajin di desa mulai membuat ikat kepala tradisional khas Sidoarjo, udeng pacul gowang, serta bermacam mainan tradisional untuk dijual. Orang tua di sekitar basecamp KLG juga turut dilibatkan dalam membuat ecobricks yang terbuat dari sampah plastik.

Keberadaan KLG di Dusun Pagerngumbuk menginspirasi desa-desa lain untuk membuat program edukasi serupa. Sudah ada empat desa yang melakukannya dan bekerja sama mengembangkan kegiatan tersebut. Saat ini Kampung Lali Gadget sudah mempunyai sebuah yayasan yang berbadan hukum agar pengelolaannya bisa lebih profesional dan terstruktur.

Irfandi berharap program KLG bisa terus berkembang dan memperoleh status sebagai desa wisata, yang menjadi alternatif wisata edukasi bagi orang tua yang ingin menyembuhkan kecanduan gawai pada anaknya. Ia juga berharap isu kecanduan gawai bisa diangkat secara nasional dan menjadi permasalahan bersama sehingga setiap orang akan terlibat untuk mengurangi dampak negatifnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search