MENDAMPINGI PETANI MASUK PASAR LUAR NEGERI

MUHAMMAD ARIA YUSUF (INACOMID)

BOGOR, JAWA BARAT

Tak hanya menjadi perantara, InacomID juga turun langsung ke lapangan untuk mengedukasi para petani mengenai cara bertani yang produktif.

INACOMID digagas empat orang sahabat berlatar belakang keahlian berbeda, yaitu pengusaha logistik, mantan pegawai bea cukai, penjual hasil tani, dan ahli teknologi informatika (IT). Mereka hadir untuk menyejahterakan petani dengan cara menghubungkan petani, pemilik lahan, dan usaha kecil mikro dengan pasar lokal maupun internasional. Inisiasi ini berawal dari adanya keresahan atas maraknya pembelian komoditas kelapa oleh para tengkulak dengan harga yang sangat rendah. 

Tak hanya menjadi perantara, InacomID juga turun ke masyarakat untuk mengedukasi petani bagaimana cara bertani yang efektif dan efisien. Pasalnya, para petani yang ditemukan tim Inacom masih menggunakan cara tradisional, sehingga tak bisa mengatur kualitas produk yang akan dihasilkan. Selain itu, InacomID juga mengedukasi petani bahwa ada perbedaan harga pada komoditas tertentu sehingga tidak perlu menjual kepada tengkulak dengan harga murah untuk barang berkualitas.

Cara bertani konvensional ini tidak bisa memberikan harga komoditas yang tinggi. Salah satu contohnya, petani kelapa di Tembilahan dan Indragiri Hilir, Riau biasanya hanya memperoleh Rp 400-1.300 per kilogram. Kemudian, petani bisa menjual hasil panennya kepada InacomID dengan harga sampai Rp 750-2.100 per kilogram. 

InacomID hadir untuk mensejahterakan para petani dengan cara menghubungkan Petani, pemilik lahan dan Usaha Kecil Mikro dengan pasar lokal maupun internasional.

Tak hanya kepada para petani, InacomID juga membuka lapangan pekerjaan bagi para ibu rumah tangga dan warga setempat untuk mengolah kopra yang dibeli InacomID dari petani.

Tak hanya kepada para petani, InacomID juga membuka lapangan pekerjaan bagi para ibu rumah tangga dan warga setempat untuk mengolah kopra yang dibeli InacomID dari petani.

Saat ini InacomID beroperasi di sembilan wilayah yang berada di lima provinsi. Beberapa di antaranya adalah Tembilahan dan Indragiri Hilir, Riau; Tanjung Jabung Timur, Jambi; Lampung Selatan, Lampung; Surabaya, Jawa Timur; serta Buton Utara dan Donggala, Sulawesi Tengah. Semua lokasi tersebut merupakan penghasil komoditas kelapa dengan kualitas dan kuantitas tinggi. Selain pasar lokal dan nasional, InacomID juga menyediakan pasar internasional dari olahan kopra petani Indonesia di delapan negara Timur Tengah dan Tiongkok.

InacomID juga secara terbuka menunjukkan jumlah kebutuhan yang diminta pasar lokal dan internasional. Termasuk kualitas komoditas yang diinginkan. Sehingga, para petani bisa mengukur berapa nilai hasil panennya.

Muhammad Aria Yusuf menunjukkan Aplikasi InacomID di Ponsel.

MENGGANDENG TENGKULAK DAN TERUS MEMBUKA JALAN

InacomID merombak pola penetapan harga rendah yang biasa terjadi saat petani menjual hasil panen kepada tengkulak. InacomID terus berupaya merangkul petani dan tengkulak di daerah operasional. Jika petani masih terikat kontrak, InacomID menawarkan pada tengkulak untuk menjual hasil panen petani ke mereka. Dengan cara ini, tengkulak bisa mendapat harga beli tinggi dari InacomID. Harapannya, tingginya angka beli InacomID membuat tengkulak juga menambah nilai jual saat mengambil barang dari petani.

InacomID juga menggandeng sejumlah tokoh dan ketua kelompok tani sebagai corong edukasi pemanfaatan lahan secara maksimal. Tujuannya, petani memiliki pemahaman dan cara bertani yang modern dan efisien. Berkat edukasi ini, terjadi peningkatan daya tawar komoditas petani. 

Di sisi lain, InacomID sebagai sebuah perusahaan juga mengembangkan sejumlah aplikasi di bidang agrikultural. Salah satunya adalah AgritelID, yang bisa membantu para petani dan konsumen dari berbagai daerah berbeda untuk jual-beli. Aplikasi ini pun lahir dari kondisi lapangan, ketika harga komoditas tertentu anjlok sedangkan permintaan di daerah itu sangat rendah tapi stok melimpah. Sementara itu di wilayah lain harga dan permintaan sangat tinggi padahal stok terbatas.

InacomID juga secara terbuka menunjukkan jumlah kebutuhan yang diminta pasar lokal dan internasional. Termasuk kualitas komoditas yang diinginkan. Sehingga, para petani bisa mengukur berapa nilai hasil panennya.

Salah satu kisah sukses AgritelID terjadi pada petani Ubi Cilembu pada awal pandemi lalu. Saat itu, tingkat permintaan ubi cilembu di Jawa Barat merosot tajam. Hasil panen dihargai sangat rendah atau terancam membusuk. Akan tetapi, AgritelID mencatat adanya permintaan yang tinggi di Surabaya dan Banjarmasin. Saat itu petani ubi cilembu berhasil menjual komoditas mereka dengan harga Rp 7.000-15.000 per kilogram. Padahal, di Jawa Barat pasar hanya menghargai Rp 3.000 per kilogram.

Selain mengembangkan terus mitra petani kelapa di sembilan lokasi awal, InacomID juga tengah memetakan daerah-daerah lain yang hasil panennya berpotensi memiliki nilai jual tinggi. Harapannya, para petani bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dengan bertambahnya penghasilan dari penjualan panen mereka.

InacomID kini mengantongi data sejumlah daerah yang memiliki komoditas kualitas wahid selain kelapa. Secara bersamaan, InacomID mencarikan pasar lokal dan internasional untuk sejumlah komoditas yang akan digarapnya, misalnya pinang dan kacang mede. Saat ini InacomID sedang mengembangkan komoditas kapulaga, yang akan ditanam di kebun kelapa para petani. “Harapannya, peningkatan ekonomi juga bisa dirasakan semakin banyak petani di Indonesia,” tutur Muhammad Aria Yusuf selaku Business Development InacomID.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search