IKTIKAD AGAR SANTRI HIDUP SEHAT

MOHAMMAD AFIFI ROMADHONI 

JAMBI

Saat tinggal di asrama, para santri rentan terdampak berbagai penyakit menular. Tentu salah jika hal ini dianggap lumrah. 

PENGALAMAN “mondok” sejak belia membuat nurani Mohammad Afifi Romadhoni peduli terhadap kondisi kesehatan para santri yang tinggal di pondok pesantren. Terlebih, pemuda  lulusan Ilmu Kedokteran Universitas Jambi ini paham betul bagaimana terkendalanya mereka dalam memelihara pola hidup bersih dan sehat, yang kerap berimbas terhadap penularan beberapa jenis penyakit. Ia bertekad mengubah kondisi yang terlanjur dianggap wajar itu.

Mayoritas anggota keluarga besar Afif, panggilan akrabnya, memang merupakan alumni pondok pesantren. Beberapa di antaranya bahkan lanjut bekerja sebagai ulama pengajar di pesantren. Karenanya, ia semakin familiar dengan isu-isu seputar lingkungan asrama.

Beberapa tahun sejak meninggalkan bangku pesantren, sebuah program magang menjadi momen penting bagi Afif. Kala itu, di Puskesmas Tempino, Muaro Jambi, ia didatangi serombongan santri yang terkena cacar. Memorinya seketika terlempar kembali ke masa ketika ia masih tinggal di pondok. “Dulu, jika ada satu santri yang sakit akan sangat mudah menular ke teman-temannya, karena (di asrama) kami hanya menempati satu kamar kecil,” ia mengenang. 

“Sebab solusi terbaik bukan hanya dengan memberi obat, tapi menambah pengetahuan dan mengubah mindset.”

Dari pengalaman itu, Afif kemudian menginisiasi program yang fokus pada edukasi kesehatan, terutama kepada para santri yang tinggal di pondok pesantren. Pada 2017, ia mulai mengumpulkan teman-teman sejawatnya, mengajak mereka mendatangi pondok pesantren untuk melakukan penyuluhan. Ia pun merekrut adik-adik angkatan dari kampusnya. Tepatnya per 21 Mei 2017, Gerakan Pesantren Sehat (GPS) secara resmi dimulai.

“Satu tahun berjalan, muncul tantangan lain, ketika adik-adik (kelas) juga mulai disibukkan oleh kegiatan kampus,” ungkap Afif. Sehingga ia berpikir, kegiatan ini tidak mungkin lagi hanya melibatkan rekan-rekan dari bidang kesehatan saja. Pada rekrutmen terbuka gelombang pertama 2018, sebanyak 78 orang dari berbagai latar belakang yang mendaftar. 

Afif dan Relawan yang tergabung dalam Gerakan Pesantren Sehat (GPS).

MENYASAR BERAGAM ASPEK KESEHATAN

Secara teknis, program GPS fokus pada aktivitas promotif preventif. Afif ingin menanamkan pemahaman bahwa beragam penyakit kulit hingga rabies yang sering muncul di pesantren tak lagi dianggap lumrah. Tiada lagi istilah “penyakit santri”. “Sebagai tenaga kesehatan, saya perlu meluruskan pemahaman ini,” ujarnya. “Sebab, solusi terbaik bukan hanya dengan memberi obat, tapi menambah pengetahuan dan mengubah mindset.”

Dalam beberapa tahun terakhir program GPS menyoroti pula perihal kesehatan mental. Melalui Cerita Santri (CS), para santri diajak berbagi mengenai hal apa pun yang selama ini terpendam, yang sensitif untuk diceritakan ke teman atau orang tua mereka. “Ternyata masih ada bullying di lingkungan pondok. Kami menemukan juga kasus pelecehan yang dilakukan pengurus terhadap santriwati,” ungkap Afif. 

Namun, program yang diluncurkan pada 2019 ini menuai respon miring. Beberapa pihak mulai meminta Afif dan rekan-rekannya  kembali ke format penyuluhan, lantaran keberatan saat GPS mampu mengorek isu-isu sensitif. “Menanggapi hal ini, kami mencoba mencari kemasan (cara) lain, misalnya tanya-jawab sederhana setelah penyuluhan yang lebih interaktif,” tuturnya. 

Padahal dilaksanakannya CS bermula kala sesi tentang kesehatan reproduksi tengah disampaikan. Saat itu, kata Afif, ada beberapa santriwati bertanya tentang siklus haid mereka. “Di situ kami mulai menyadari, kadang ada hal-hal yang sifatnya pribadi, tapi mereka tidak punya teman diskusi. Tidak seperti anak-anak yang tinggal bersama orang tua mereka di rumah,” ujarnya. 

Selain itu, GPS juga membentuk beberapa program lain, salah satunya Volunteer School. Dalam program ini mereka melibatkan psikolog, psikiater, serta mendapat dukungan dari dosen psikologi Universitas Jambi dalam kegiatan penyuluhan kesehatan mental. Adapun melalui program Book for Santri, GPS berupaya membuka gerbang literasi.

Afif mendampingi seorang Lansia pada acara A Day with Lansia.
Para penghuni Panti Tresna Werdha tetap bahagia dan sehat, biasanya mereka suka menari pada peringatan acara tertentu.

Perhatian kepada kaum usia lanjut juga dituangkan melalui program A Day with Lansia. Meski baru dua kali dilaksanakan, program ini menuai reaksi yang simpatik dari berbagai kalangan. Terbukti dengan ratusan pemuda Jambi yang mau terlibat. “Target kami para lansia yang tinggal di Tresna Werdha, jadi lansia-lansia yang terlantar, ditinggalkan keluarganya. Secara mental mereka butuh pendampingan,” kata Afif.

Saat menghadapi masa pandemi Covid-19, GPS pun melakukan beberapa kegiatan terkait. Berkat dukungan Astra, GPS sempat melaksanakan pembagian masker, serta logistik untuk keperluan cuci tangan para santri. Selain itu dilakukan pula pembicaraan dengan pihak pesantren untuk membahas kegiatan apa saja yang sebaiknya ditunda dan kebijakan yang bisa diambil selama masa pandemi.

Masih bekerja sama dengan Astra, melalui program Desa Sejahtera Astra, Afif bersama GPS mengemas kegiatan penyuluhan kesehatan bertajuk Nyantri Sehat. Kegiatan penyuluhan interaktif ini dilakukan secara daring, yang dilaksanakan di 15 pondok pesantren di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search