SAAT PERNIKAHAN DINI MENJAUH DARI BUMI KHATULISTIWA

NORDIANTO HARTOYO SANAN

KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

Kehadiran program GenRengers Educamp berhasil mengurangi angka pernikahan dini di Kalimantan Barat. 

HASIL Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (Age Specific Fertility Rate/ASFR) 15-19 di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 104. Artinya, dari 1.000 kelahiran, 104 anak dilahirkan oleh ibu yang berumur 15-19 tahun. Angka itu berada di atas rata-rata nasional yang hanya mencapai 48, yang sekaligus menempatkan Kalimantan Barat tertinggi secara nasional. Minimnya edukasi tentang pernikahan dini dan kondisi ekonomi menjadi faktor utama banyak orang tua  yang menikahkan anaknya yang masih di bawah umur di Bumi Khatulistiwa ini. 

Nordianto Hartoyo Sanan adalah salah satu anak yang terlahir dari seorang ibu yang menikah dini. Ibunya yang asli Dayak dinikahkan pada umur 16 tahun. Pria yang berasal dari Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat ini sangat tersentuh dengan cerita ibunya yang mengatakan sangat menyesal telah menikah di usia yang masih dini. 

“Ibu saya pernah bilang bahwa kalau saja tidak menikah di usia muda, mungkin beliau akan menjadi orang yang lebih sukses, punya kehidupan lebih baik. Belum lagi ibu saya juga sakit-sakitan karena hamil di usia muda, keguguran berkali-kali dan banyak faktor lainnya yang membuat kesehatan reproduksinya menurun,” tutur Anto. 

Sejak saat itu, ia pun tergerak melakukan sesuatu untuk memperbaiki kehidupan anak-anak remaja yang ada di daerahnya agar tidak terjadi lagi pernikahan dini seperti yang dialami ibunya dan ibu-ibu lainnya. Ia kemudian mengikuti kegiatan di Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-Remaja), sebuah wadah binaan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang ada di Kabupaten Kubu Raya. 

Di sini dia banyak belajar mengenai kegiatan program Perencanaan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja (PKBR, pendewasaan usia perkawinan, keterampilan hidup (life skills), pelayanan konseling, rujukan, pengembangan jaringan dan dukungan, serta kegiatan-kegiatan pendukung lainnya sesuai dengan ciri dan minat remaja.  

“Saya mengajari mereka untuk mulai peduli terhadap badan sendiri. Jadi, kepada mereka saya ajarkan mengenai organ-organ reproduksi itu apa, dan bagian-bagian mana sih yang akan tersakiti seandainya mereka nikah muda,” ujarnya.

Berbekal ilmu yang didapatnya dari mengikuti PIK Remaja itu, pada 2014 Anto kemudian mulai mengumpulkan para remaja yang ada di daerahnya dan mengajar mereka mengenai kesehatan reproduksi, bahaya seks bebas, serta pentingnya kemandirian ekonomi dalam membangun rumah tangga. 

Pada 2016, dia berhasil mengumpulkan  20 tenaga relawan. Tim inti inilah yang kemudian menggagas sebuah program kemah selama tiga hari dua malam untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada remaja yang dinamakan GenRengers Educamp. Di dalam programnya itu, Anto pada prinsipnya mengajarkan tiga hal pokok kepada para remaja bagaimana untuk berjuang dalam hidup. 

Pertama, kepada para remaja itu diajarkan bagaimana mengenal dan peduli terhadap diri sendiri. “Saya mengajari mereka untuk mulai peduli terhadap badan sendiri. Jadi, kepada mereka saya ajarkan mengenai organ-organ reproduksi itu apa, dan bagian-bagian mana sih yang akan tersakiti  seandainya mereka nikah muda,” ujarnya.

Hal kedua yang diajarkan melalui program GenRengers Educamp adalah mengenai entrepreneur atau kewirausahaan. Menurut Anto, hal itu perlu diajarkan karena salah satu penyebab tingginya pernikahan dini di Kalimantan Barat adalah karena faktor ekonomi.  Kemudian yang ketiga, dalam program GenRengers Educamp, para remaja juga diajari cara berkreasi dan berinovasi serta memahami teknologi.  

Para peserta Genrengers Edu Camp yang terdiri atas para pelajar di Kabupaten Kubu Raya memasak untuk keperluan kelompoknya.

Program GenRengers Educamp pun kian berkembang. Hingga 2019, program ini sudah direduplikasi di lima provinsi lain dan 24 kabupaten/kota. 

Program GenRengers Educamp yang digerakkan Anto ternyata membuahkan hasil. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, Kalimantan Barat mengalami penurunan jumlah perempuan yang menikah di bawah umur 18 tahun dari 104/1.000 menjadi 39/1.000. 

Hingga 2018, Anto telah berhasil mendidik 400 remaja per tahun yang siap menjadi duta GenRengers di 14 kabupaten dan kota yang ada di Kalimantan Barat. Secara keseluruhan, 30 remaja dari tiap kabupaten dan kota yang terlibat program GenRengers EduCamp dapat menyelesaikan bangku sekolah menengah atas atau melanjutkan ke perguruan tinggi, dan ada juga yang memilih untuk bekerja. Setelah mengikuti program GenRengers Educamp, para remaja itu tidak berhenti hanya di situ. Mereka bahkan ikut menjadi champion atau koordinator kabupaten/kota untuk menjadi role model bagi anak-anak remaja lain. 

Pada November 2019, Anto mendapatkan beasiswa EuroWeek Youth Leader 2019 di Polandia. “Walaupun sedang kuliah di luar, saya masih tetap mendampingi teman-teman GenRengers. Rencananya, tahun ini kita mau mengubah konsep program GenRengers. Kalau dulu kan educamp-educamp terus. Nanti kita akan lebih banyak buat training of trainer atau pelatihan ToT,” katanya.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search