Supaya Bantengan Tidak Tinggal Kenangan

Anjani Sekar Arum

Batu, Jawa Timur

Persentuhan dengan dunia seni sejak ia masih berusia dini menjadi benih-benih mimpi bagi Anjani. Sebuah cita-cita besar untuk merawat budaya.

Sebagai sebuah seni pertunjukan, bantengan telah beratus tahun menjadi bagian dari masyarakat Jawa Timur. Keberadaannya tak terlepas dari guratan sejarah yang dilakoni para leluhur. Agar warisan budaya dari era Kerajaan Singasari itu tidak lekas punah, Anjani Sekar Arum, pegiat seni asal Malang, Jawa Timur, berinisiatif merawatnya melalui medium seni kerajinan batik.

Terlahir dari keluarga seniman, kesenian bantengan sudah lama menjadi kesibukan sehari-hari baginya. Ayah Anjani, yang memulai aktivitas seninya sebagai pelukis, kini merupakan ketua komunitas penggerak budaya Indonesia, khususnya bantengan.

Pada 29 Agustus 2014, melalui pameran karya batik dengan tema spesifik budaya bantengan, Anjani memulai langkahnya. Pameran tunggal itu sekaligus memenuhi syarat tugas akhir perkuliahannya sebagai mahasiswi Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri Malang (UNM).

“Sejak masih di bangku SMA, saya sudah mengadakan penelitian tentang (obyek) apa yang bisa menjadi sebuah ciri khas di Batu sebagai kota pariwisata,” kata Anjani. Namun pada sekitar 2008, dirinya justru mendapati budaya bantengan sebenarnya bukan budaya khas Kota Batu, melainkan budaya Jawa Timur.

Padahal, setiap desa di Kota Batu memiliki kelompok kesenian bantengannya masing-masing. Kota ini pun merupakan tuan rumah tetap perhelatan akbar tahunan Festival Gebyak Bantengan Nuswantara. Bahkan, pada pelaksanaan Festival 1000 Banteng Nuswantara 2013, 1600-an budayawan bantengan berhasil dikumpulkan untuk berpartisipasi. Belum lagi antusiasme luar biasa dari para seniman internasional yang secara rutin turut pula berkolaborasi.

Saat pameran tunggal tadi digelar pada 2014, Batik Bantengan langsung memesona berbagai kalangan. Batik Bantengan lantas disahkan sebagai batik asli asal Kota Batu oleh Dewanti Rumpoko saat menjabat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Batu.

Anjani dan motif batik tulis Bantaeng yang sudah terkenal di Indonesia maupun mancanegara.

Lika-liku dilalui Anjani dalam merintis galeri untuk memasarkan Batik Bantengan. Melimpahnya pesanan bahkan sempat tidak dapat dilayani sepenuhnya lantaran keterbatasan pembatik yang bisa diajak bekerja sama. “Saat itu pembatik di Batu hanya tiga orang. Maka kami hadir untuk mengajak masyarakat, hingga akhirnya kini anggota aktif kelompok pembatik kami mencapai 42 orang,” ujar Anjani.

Selain mengajak pembatik dewasa, Anjani pun merangkul pembatik-pembatik cilik. Dari hanya berjumlah sembilan orang, saat ini sudah ratusan anak-anak pembatik cilik yang dikumpulkan Anjani. “Jadi kami hanya membantu menjual karya mereka, bukan mempekerjakan anak-anak,” ujarnya.

Dari hasil penjualan, galeri mendapatkan persentase 10% yang dipergunakan untuk keperluan galeri, sementara 90% sisanya masuk ke tabungan anak-anak. Maka, selain diajak ikut merawat budaya, generasi muda bisa mulai diarahkan pula sebagai entrepreneur. Seiring waktu, anak-anak tersebut kini bahkan sudah bisa memasarkan karya mereka melalui berbagai toko online.

Pada 2019, bersama Astra ia mulai meluncurkan kampung wisata batik di Desa Bumiaji yang terkenal dengan hasil buminya, Apel Malang. Berbagai jenis perkebunan, beserta puluhan obyek wisata alamnya menjadikan Bumiaji desa wisata dengan tempat rekreasi terbanyak di Malang. Kehadiran galeri batik Anjani melengkapi pesona Bumiaji.

“Sudah menjadi cita-cita saya sejak dulu untuk bisa membangun kampung wisata dan edukasi batik,” katanya.

“Sudah menjadi cita-cita saya sejak dulu untuk bisa membangun kampung wisata dan edukasi batik,” katanya.

Anjani memberikan peluang kepada masyarakat untuk tidak hanya bisa membuat karya batik tapi juga bisa menjualnya. Aktivitas membatik dibuat fleksibel agar masyarakat tetap bisa meladang. Kini para wanita petani bisa berkarya dengan membantu para perajin di galeri. Selain itu, mereka juga dibolehkan membatik atau menyanting di rumah mereka masing-masing. Bahan-bahannya disediakan oleh Anjani sedangkan proses pewarnaan dan pemasarannya berpusat di galeri.

Saat ini, pusat Kampung Wisata Edukasi Batik di desa Bumiaji telah berkembang dengan tiga fungsi utama, yaitu galeri, sanggar, dan lokasi wisata. Beragam aktivitas ditawarkan untuk para wisatawan yang berkunjung ke sana. Bahkan, masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan homestay bersama Pokdarwis desa setempat. Tak hanya telah merawat budaya, kiprah Anjani terbukti pula menggoreskan manfaat bagi masyarakat.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search