Gaharu Penyelamat Lingkungan

Maharani

Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

Dalam bayangannya Maharani melihat dan berharap Nusa Tenggara Barat bisa menjadi provinsi gaharu di masa depan.

Maharani, 34 tahun, penduduk Masbagik, Lombok Timur, selalu punya cita-cita untuk bisa berkontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Ia menyadari bahwa wilayah tempat ia tinggal dikenal tandus dan kering, hal yang juga bisa didapati di beberapa wilayah lain di Nusa Tenggara Barat. Ia lalu mulai mencari alternatif solusi yang bisa ia tawarkan, sesuai dengan latar belakang keilmuan yang dikuasainya selama ini.

Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana pertanian, Maharani mendapatkan beasiswa S2 dan S3 pertanian. Selama menyelesaikan master dan doktoralnya, Maharani masih berfokus pada penelitian tentang kopi dan kakao sekaligus ia juga mendampingi para petani komoditas tersebut. Sampai ketika ia mendampingi salah satu dosennya untuk mengembangkan gaharu. Sembari mengajar, ia menjadi praktisi dan akademisi tentang gaharu di berbagai kota di Indonesia hingga Malaysia.

Ketika pendampingan petani dan perkebunan gaharu yang dibukanya semakin meluas, ia akhirnya mengundurkan diri sebagai dosen dan terjun total sebagai petani.

Ketika pendampingan petani dan perkebunan gaharu yang dibukanya semakin meluas, ia akhirnya mengundurkan diri sebagai dosen dan terjun total sebagai petani.

Gaharu (Gyrinops versteegii) merupakan pohon yang selama ini tumbuh liar di hutan-hutan NTB. Namun banyak orang yang memburu pohon ini di hutan karena kandungan gubal atau lapisan kayu hitam yang bisa dijual dengan harga Rp 5–40 juta per kilogram. Gaharu adalah bahan baku utama produksi minyak wangi. Meskipun niatan utamanya lebih kepada penghijauan lahan kritis, Maharani menyadari bahwa masyarakat harus diberi pemahaman terlebih dahulu pada peluang ekonomisnya baru kemudian penghijauan akan berjalan dengan beriringan.

Mengajak dan memberi penjelasan tentang gaharu kepada masyarakat tidak cukup dengan satu kali pertemuan saja. Mengubah pola pikir masyarakat memang menjadi tantangan. Apalagi di tengah masyarakat sejak dulu muncul asumsi bahwa munculnya lapisan hitam pada gaharu bukanlah proses natural melainkan mistis. Untuk mengikis cara pandang ini, Maharani melakukan pendekatan langsung kepada para petani, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah dusun, desa, hingga kecamatan bahkan sampai ke anak-anak muda setempat.

Seiring dengan kemajuan teknologi pertanian, sudah ditemukan teknik rekayasa yang bisa menciptakan lapisan gubal tersebut pada pohon gaharu, tanpa harus menunggu kemunculannya secara natural. Proses rekayasa pertanian inilah yang disampaikan Maharani kepada para petani. Ia meyakini teknologi pertanian haruslah mulai disosialisasikan secara aktif kepada para petani tradisional untuk mengubah cara pandang mereka tentang teknik pengelolaan pertanian yang sudah turun-temurun mereka jalankan selama ini.

Rekayasa dilakukan dengan pengembangbiakan jamur yang biasa tumbuh di akar gaharu. Cairan dari dari jamur tersebut lalu disuntikkan ke batang pohon gaharu yang sudah dilubangi yang memicu munculnya gubal. Dalam jangka waktu setahun, gubal gaharu ini sudah bisa dipanen dan dijual. Penyuntikan dilakukan secara bertahap.

Maharani juga mengajarkan skema bisnis, perkembangan terkini budidaya gaharu, akses pasar, pelatihan pengembangan produk hingga bagaimana mengatur pola panen dan penanaman bibit agar tidak semua pohon ditebang bersamaan.

Maharani juga mengajarkan skema bisnis, perkembangan terkini budi daya gaharu, akses pasar, pelatihan pengembangan produk, hingga teknik mengatur pola panen dan penanaman bibit agar tidak semua pohon ditebang bersamaan.

Pada 2009, Maharani mengumpulkan 50 pemilik pohon gaharu dan membentuk Forum Petani Pencinta Gaharu di NTB, kini anggotanya sudah mencapai 200 orang. Kelompok ini menjadi wadah pertukaran dan penyebaran informasi tentang tanaman gaharu. Hingga kini, Maharani bersama dengan teman-temanya sudah berhasil memanfaatkan 350 hektare lahan di Lombok Utara, 200 hektare di Lombok Barat, 100 hektare di Lombok Tengah, serta sekitar 500 hektare di Pulau Sumbawa. Penanaman gaharu tersebut ada yang merupakan proyek mandiri, kerja sama dengan pemerintah, maupun bagian dari CSR berbagai perusahaan.

Secara ekonomis, harga gaharu tak pernah anjlok. Pembeli juga tak pernah kurang. Malahan, kadang pengusaha tak bisa memenuhi permintaan konsumen. Negara-negara Timur Tengah, Eropa, bahkan Tiongkok perlu gaharu. Harga gaharu alam dan budidaya juga sama. Yang membedakan, adalah kualitas. Pemanfaatan pohon gaharu sendiri secara utuh mulai dari gubal untuk bahan baku parfum, hingga sisa gubal untuk campuran kosmetik, daun gaharu untuk teh, ekstrak daun gaharu jadi minyak gaharu, batang gaharu jadi tasbih, dupa atau sabun.

Untuk memenuhi kebutuhan bibit gaharu yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, Maharani menanam kebun bibit di halaman rumahnya di Desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur. Bagi petani yang baru mencoba menanam gaharu, ia memberikan bibit gaharu secara gratis. Tidak hanya itu, Maharani juga mengajari para petani untuk melakukan pembibitan mandiri.

Fokus Maharani saat ini adalah mengajak semakin banyak anak muda untuk mau terjun dan berprofesi sebagai petani. Ia ingin mengubah cara pandang generasi muda yang mengira bahwa profesi petani hanya akan mendatangkan kemiskinan dan mereka tidak bisa hidup berkecukupan sesuai perkembangan zaman.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search