Pabrik Keju Masyarakat

Noviyanto

Boyolali, Jawa Tengah

Novianto saat bertemu dengan keluarga. Walaupun bertemu hanya seminggua satu kali, mereka tetap harmonis. (07/09/12)

Kalangan ekspatriat di Indonesia lebih menyukai keju lokal karena rasanya lebih segar, sedangkan orang kita malah lebih suka keju impor.

Boyolali dikenal sebagai sentra penghasil susu sapi terbesar di Jawa Tengah. Meskipun demikian, harga susu yang fluktuatif dan daya tampung industri yang masih terbatas menjadi faktor utama kesulitan para petani peternak sapi untuk bisa mengembangkan usahanya. Tak jarang mereka harus membuang susu sampai 200 liter per hari karena tidak tertampung.

Melihat kondisi ini, Noviyanto tergerak untuk memberikan solusi. Selepas lulus dari Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Solo, Noviyanto terlibat di lembaga donor pemerintah Jerman, Deutscher Entwicklungsdienst (DED), di Kabupaten Boyolali, dalam rangka memberikan pelatihan bagi peternak sapi mengenai pemanfaatan hasil susu.

Dengan pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya itu, Noviyanto memberanikan diri merintis pembuatan pabrik keju pada tahun 2009. Ia mengamati bahwa para peternak sapi perah di sekitar tanah kelahirannya itu perlu alternatif penyaluran susu hasil perahannya agar tetap bisa dijual secara rutin untuk kehidupan sehari-hari mereka.

Ia ingin usaha yang dirintisnya ini tidak saja berdampak positif bagi hidupnya tetapi juga bagi hidup banyak orang di lingkungannya.

Dengan dibantu investasi dari kenalan dan kerabatnya, Noviyanto membangun pabrik di Dukuh Karangjati, Karanggeneng, Boyolali, Jawa Tengah. Ia mengambil nama “Indrakila” sebagai nama usahanya, terinspirasi dari tempat Arjuna berdoa sebelum perang melawan Kurawa. Tahun 2009 pabrik kejunya mulai beroperasi dengan sepenuhnya memanfaatkan bahan dasar dari peternak setempat dan mempekerjakan warga setempat pula.

Ia ingin usaha yang dirintisnya ini tidak saja berdampak positif bagi hidupnya tetapi juga bagi hidup banyak orang di lingkungannya.

Namun, ada saja aral melintang yang menghambat laju upaya pertamanya ini. Pabrik pertama yang ia dirikan tergusur proyek jalan tol Semarang-Solo. Setelah melalui beragam upaya, berdirilah pabrik baru di Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali, yang bertahan hingga sekarang. Pabrik kejunya mampu memproduksi sekitar 50 kilogram keju per hari.

Ia ingin usaha yang dirintisnya ini tidak saja berdampak positif bagi hidupnya tetapi juga bagi hidup banyak orang di lingkungannya.

Ia juga berusaha memperbanyak varian untuk produk kejunya, seperti mozzarella fresh, mozzarella kuning, feta olive oil, feta chili, mountain chili, dan boyobert. Jenis keju yang terakhir memang hasil inovasi nama dari Noviyanto sendiri. Ia membuat keju jenis camembert lalu mengganti namanya menjadi perpaduan Boyolali dan camembert.

Ia tidak hanya puas dengan keberhasilan memproduksi berbagai jenis keju, ia juga berusaha untuk mengurus perizinan setiap jenis keju yang diproduksi. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan izin tiga jenis keju produksinya untuk dipasarkan secara ritel ke supermarket, yaitu mozzarella, keju keraf, dan keju feta.

Setiap hari pabrik kejunya mendapat pasokan susu segar dari Koperasi Serba Usaha (KSU) di Boyolali yang beranggotakan sekitar 600 peternak sapi perah Boyolali. Awalnya, ia hanya bisa menampung sekitar 20 liter susu per hari. Seiring berjalannya waktu, jumlah tersebut terus meningkat hingga sukses mengolah 1.000 liter susu, bahkan 3.000 liter jika sedang musim liburan.

Keju Indrakila menjadi salah satu favorit ekspatriat berkat bantuan dan rekomendasi Benjamin Siegl, ahli produksi olahan susu dari DED, tempat Noviyanto pernah menjadi asistennya. Noviyanto menyadari bahwa ia harus bersaing dengan keju impor maupun produksi lokal dari pabrik-pabrik besar. Karena itu ia terus mencoba memperluas pasar penjualannya.

Keju produksinya menggunakan bahan baku 100% susu sapi, produknya dikenal tahan lama selain cita rasa yang khas karena menggunakan susu lokal. Tantangan terbesarnya adalah menjaga kualitas produk agar tidak kalah bersaing dengan produk impor, sekaligus menjaga harga agar selalu kompetitif. Strategi pemasaran produk pada kalangan industri dan ekspatriat terbukti sukses meningkatkan omzetnya dari tahun ke tahun.

Keberhasilannya memanfaatkan bahan baku lokal lambat-laun mendapatkan perhatian dan apresiasi dari banyak pihak, baik pemerintah setempat maupun swasta. Dari setiap bantuan yang ditawarkan, Noviyanto memilih untuk diberikan bantuan berupa kemudahan pengurusan berbagai perizinan yang biasanya berbelit-belit.

Bantuan ini jauh lebih penting ketimbang bantuan uang maupun peralatan yang belum tentu cocok untuk usahanya. Ia lebih suka mendesain dan membuat sendiri peralatan produksinya karena lebih praktis serta efisien.

Agar usahanya bisa terus berjalan dengan baik, ia selalu melibatkan warga sekitar dalam berbagai program pemberdayaan, dari bekerja.

Bantuan ini jauh lebih penting ketimbang bantuan uang maupun peralatan yang belum tentu cocok untuk usahanya. Ia lebih suka mendesain dan membuat sendiri peralatan produksi karena lebih praktis serta efisien.

di pabrik sampai peluang kemitraan. Peluang ini disambut gembira warga sekitar sekaligus meningkatkan kreativitas di kalangan mereka dalam memanfaatkan melimpahnya susu segar di wilayah mereka. Ada yang membuat nuget susu, es krim, yogurt, permen susu, sempol, bahkan sabun susu.

Ia berharap usahanya ini mampu menjadi inspirasi banyak pengusaha lokal agar terus memberdayakan sumber daya yang ada di sekitar mereka, sekaligus menjadi pintu pemberdayaan masyarakat di wilayah tersebut. Kolaborasi antara berbagai pihak inilah yang akan mendorong kemandirian masyarakat dan peningkatan kehidupan mereka.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search