Jajanan Sehat untuk Generasi Sehat

Dharma Sucipto

Gresik, Jawa Timur

Jajanan yang mereka hasilkan bahkan akhirnya tidak hanya dijual di sekolah-sekolah di wilayah Gresik, tetapi sampai ke wilayah Malang.

Ada kalanya inspirasi dan dorongan untuk memulai hal yang positif datang dari kondisi yang tidak menyenangkan. Pada 2011, ketika masih duduk di bangku SMA, Dharma Sucipto kehilangan neneknya akibat penyakit diabetes. Pola makan yang cenderung kurang sehat disinyalir sebagai salah satu penyebabnya. Musibah itu membuat Dharma jadi mulai berpikir untuk menjaga makanannya juga. Ia mulai mencari tahu apa penyebab diabetes dan menemukan bahwa berlebihan mengonsumsi zat aditif seperti pemanis buatan, pewarna makanan, atau penyedap rasa berupa monosodium glutamat (MSG) bisa menjadi pemicu diabetes akut.

Di sekolahnya, SMA 1 Driyorejo, Gresik, Jawa Timur, Dharma tergabung dalam divisi pertanian organik unit ekstrakurikuler yang bernama Go Green Smandry (GGS). Di sekolahnya ketika itu juga masih banyak dijumpai jajanan yang kurang sehat namun belum ada yang benar-benar berpikir untuk mengampanyekan gerakan makan jajanan sehat. Bersama teman-temannya di GGS, Dharma diperbolehkan mengolah lahan milik sekolah sebesar 10 x 8 meter persegi. Mereka menanam umbi-umbian atau kacang-kacangan selepas jam sekolah.

Dharma memberikan penjelasan tentang mengapa mereka harus mulai membiasakan diri untuk makan makanan sehat dan mengajak teman-teman mereka di sekolah untuk mencoba melakukan hal yang sama.

Awalnya hasil lahan tersebut hanya dikonsumsi para anggota GGS dan guru. Lalu Dharma mencetuskan ide untuk mengolah hasil panen menjadi bahan utama panganan tradisional sehat untuk dijual di kantin sekolahnya. Berbekal kemampuan memasak yang diajarkan sang ibu, Dharma memimpin teman-temannya untuk bereksperimen agar mendapatkan jenis jajanan yang enak dan disukai tetapi juga sehat.

Dharma memberikan penjelasan tentang mengapa mereka harus mulai membiasakan diri untuk makan makanan sehat dan mengajak teman-teman mereka di sekolah untuk mencoba melakukan hal yang sama.

Eksperimennya itu menghasilkan sekitar 20 jenis menu makanan dan minuman sehat yang kemudian dijajakan di kantin sekolah mereka. Pihak sekolah bahkan berkenan mengeluarkan kebijakan khusus bagi kantin sekolah mereka dalam mengatur penggunaan kemasan plastik, penggunaan MSG dalam makanan, serta mengatur penjualan minuman instan. Gerakan jajanan sehat ini lalu ia beri nama “Small Farming Food Society”. Pihak sekolahnya merasa bangga karena siswa-siswa mereka ternyata punya kepedulian terhadap makanan sehat.

Kantin Damai di SMAN 1 Driyorejo mulai menerapkan jajanan tanpa bahan pengawet dan pewarna.

Lambat-laun, ia dan teman-temannya bahkan mulai mensosialisasikan gerakan jajanan sehat di sekolah-sekolah lain di sekitarnya. Resep jajanan yang mereka kreasikan pun bertambah hingga 40 jenis. Semua diolah dari bahan baku yang mereka tanam sendiri. Dengan omzet mencapai Rp10 juta per bulan.

Siswi SMAN 1 Driyorejo menyukai jajanan sehat buatan Dharma Sucipto dan kawan-kawan.

Penerimaan yang baik di kalangan guru dan para siswa sekolahnya membuat Dharma dan tim GGS mencoba untuk mengampanyekan jajanan sehat ini ke luar sekolah mereka, utamanya ke sekolah-sekolah di kota mereka. Dharma bekerja sama dengan puskesmas setempat kemudian mendatangi sekolah-sekolah sembari memberikan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan makanan sembari menceritakan tentang perkebunan kecil yang mereka lakukan di sekolah serta pembuatan kompos yang bisa dilakukan siapa saja.

SMAN 1 Driyorejo dinobatkan sebagai salah satu sokolah Adiwiyata Nasional.

Mereka hanya punya semangat yang membara serta hasil eksperimen-eksperimen yang selama ini dilakukan di sekolah.

Tantangan terbesar dari program penyuluhan ini adalah usia Dharma dan teman-temannya yang saat itu tergolong masih muda dan minim pengalaman. Namun, justru karena mereka masih muda dan target market mereka adalah remaja seusia mereka juga, justru malah menjadi nilai plus yang membuat program mereka berjalan dengan lancar. Jajanan yang mereka hasilkan bahkan akhirnya tidak hanya dijual di sekolah-sekolah di wilayah Gresik, tetapi sampai ke wilayah Malang.

Bukan hanya variasi jajanan yang terus bertambah, omzet yang dihasilkan juga meningkat hingga 300 porsi per pekan. Karena pasar yang dibidik adalah anak sekolah, strategi harga tentu saja harus sesuai kantong mereka. Untuk setiap menu, Dharma mematok harga dari Rp1.000 sampai Rp10.000 saja.

Dharma bersama Hadi Suwantoro, Spd. Guru biologi sekaligus Pembina GGS (Go Green Smandry).

Mereka hanya punya semangat yang membara serta hasil eksperimen-eksperimen yang selama ini dilakukan di sekolah.

Branding jajanan sehat yang diusungnya juga selaras dengan kampanye ramah lingkungan. Karena itulah ia menggunakan botol kaca untuk minuman serta meminimalkan penggunaan plastik. Semua jajanan yang dihasilkannya selalu dijaga agar tidak menggunakan bahan pewarna buatan, pengawet makanan, pemanis buatan, serta perasa buatan. Ia mengedepankan orisinalitas bahan makanan agar tingkat kesehatannya juga terjaga.

Upaya Dharma dan teman-temannya itu pulalah yang membawanya mendapatkan penghargaan dalam ajang SATU Indonesia Awards dari Astra pada 2012. Dharma dipandang memberikan inspirasi dan kontribusi positif bagi anak-anak muda Indonesia dalam kategori lingkungan. Di tengah gempuran makanan dan minuman instan yang sudah jadi budaya baru di masyarakat, keberadaan Dharma dan teman-temannya yang notabene dari kalangan generasi muda yang menjadi konsumen terbesar makanan instan tersebut, menjadi energi positif agar generasi muda Indonesia tetap tumbuh secara sehat lewat makanan yang terjaga kesehatannya.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search