Tanaman Pangan Liar Tak Lagi Dianggap Sepele

Hayu Dyah Patria

Jombang, Jawa Timur

Tumbuhan pangan liar di sejumlah pedesaan di Indonesia berhasil membantu perekonomian warga setempat.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang luar biasa. Sayangnya, kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kasus-kasus malnutrisi dan kelaparan yang seringkali terdengar, utamanya di kalangan masyarakat miskin. Kenyataan itu kemudian menggugah hati Hayu Dyah Patria. Ia berniat untuk meningkatkan gizi di kalangan masyarakat tidak mampu dengan memanfaatkan tanaman liar yang banyak tumbuh di hutan-hutan negeri ini.

Hayu, yang lahir di Gresik, Jawa Timur, 27 Januari 1981, mempelajari banyak sekali keterkaitan antara isu pangan, lingkungan, dan perempuan. Ia mendapati perempuan adalah aktor penting, namun tidak diakui perannya dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan gizi. Sehingga, dalam kegiatannya, Hayu pun lebih banyak bekerja dengan perempuan dan menikmati menimba ilmu, pengetahuan dan ketrampilan dari mereka.

Hayu memulai penelitian pada 2004 di daerah Malang, Jawa Timur. Saat itu, ia baru saja lulus kuliah di Fakultas Teknologi Pangan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Sebagai sarjana teknologi pangan, minat Hayu terhadap tanaman liar ini memang sudah muncul sejak masih kuliah.

Selama melakukan riset, ia banyak masuk ke daerah pedalaman dan menemui para lansia yang tinggal di desa-desa. Kepada para lansia itu, ia menanyakan tentang jenis tanaman yang pernah mereka konsumsi semasa masih muda. Didapatkan data, bahwa para lansia itu dulu mengkonsumsi banyak tanaman liar. Beberapa di antaranya adalah krokot, daun racun, tempuyung, legetan, dan sintrong.

Dia pun kemudian melakukan penelitian terhadap jenis-jenis tanaman tadi. Hasilnya, tanaman liar itu memiliki nilai gizi yang baik. “Tanaman-tanaman itu ternyata mengandung vitamin A, B, C dan Omega-3 yang setara dengan ikan laut,” katanya.

“Hayu percaya bahwa solusi lokal adalah langkah yang terbaik dalam menangani masalah kelaparan di Indonesia.”

Setelah penelitian itu, Hayu terdorong mengajak masyarakat untuk memanfaatkan tanaman liar tersebut. Tahun 2009, ia kemudian mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama Matasa. Ini merupakan lembaga pemberdayaan masyarakat yang fokus pada pemanfaatan tanaman liar untuk bahan pangan.

Saat itu, upaya memanfaatkan tanaman liar itu difokuskannya di Desa Galengdowo, Jombang, Jawa Timur. “Saya pilih Galengdowo karena desa ini miskin, tapi sumber daya alam hayatinya melimpah,” kata Hayu.
Kini, makanan berbahan tanaman liar dari Desa Galengdowo sudah berhasil dipasarkan ke berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Lantaran usaha ini cukup menjanjikan, kini banyak ibu rumah tangga mulai membudidayakan beberapa jenis tanaman liar tersebut.

Di desa lain, yaitu Mendiro, Hayu juga sempat membuat kebun komunal. Kebun ini isinya tumbuh-tumbuhan pangan liar yang ada di hutan. Masyarakat Desa Mendiro tinggal di perbatasan dengan hutan konservasi yang tidak boleh dimasuki masyarakat. Karenanya, Hayu pun memindahkan jenis tanaman yang bisa dimakan dari hutan itu ke kebun komunal. Jumlahnya sekitar 80-an sayur liar. “Sekarang masyarakat sudah bisa memanen sayuran itu setiap minggu dan saya sempat membantu mereka untuk memasarkannya ke Surabaya,” tuturnya.

“Dari situ bisa dilihat bahwa sebenarnya hanya dibutuhkan sedikit kreativitas dan inovasi untuk mengganti salah satu bahan dengan apa yang ada di sekitar kita,” ucapnya.

Hayu juga pernah membuat festival pangan liar di Desa Karangdowo, Klaten, Jawa Tengah. Hasilnya pun sangat memukau. Mereka berhasil membuat cake dari krokot, cendol dari daun kastuba atau daun legetan, dan lain-lain, dan anak-anak mereka sangat senang memakannya.

Saat ini, Hayu dan tim Matasa juga tengah melakukan penelitian di wilayah Papua, Kalimantan, dan Kepulauan Sumenep yang berada di ujung timur Pulau Madura. Tapi karena terjadi pandemi Covid-19, penelitian sedikit terhenti. Hingga tahun 2021 ini, Hayu setidaknya telah mendokumentasikan 400 jenis tumbuhan pangan liar. Ia kemudian melakukan berbagai kegiatan untuk mempromosikan kembali pemanfaatan tumbuhan pangan liar untuk mencapai kedaulatan pangan dan gizi, terutama di tingkat lokal. l

Tanaman Liar Bisa Dimakan

Krokot, mengandung vitamin A, B, C, Omega-3, magnesium, mangan, kalium, zat besi, kalsium, folat, tembaga, dan fosfor.
Kastuba, mengandung alkaloid, saponin, lemak dan amylodextrin.
Sorgum, mengandung niasin, thiamin, vitamin B6, zat besi, dan mangan serta kandungan protein, vitamin, dan mineral yang lebih tinggi daripada beras.
Legetan mengandung niasin, thiamin, vitamin B6, zat besi, dan mangan serta kandungan protein, vitamin, dan mineral yang lebih tinggi daripada beras.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search