Menciptakan Anak-anak Bermental Wirausaha

SRI IRDAYATI

KELAPA GADING, JAKARTA UTARA

  1. Narasumber sudah tidak aktif lagi mengelola sekolah bisnis di Kelapa Gading
  2. Sekarang narasumber bekerja sama dengan Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk membangun kewirausahaan di lingkungan UMKM yang terkena pandemi

Pendidikan wirausaha perlu diajarkan sejak dini atau saat anak-anak berusia 6-12 tahun.

DULU, supaya seseorang bisa mendapatkan pendidikan kewirausahaan, ia harus sekolah dulu di level menengah atas (SMK) atau di bangku kuliah. Sementara itu, untuk membentuk mental dan jiwa wirausaha yang tangguh dibutuhkan waktu yang cukup panjang. Itulah sebabnya pendidikan wirausaha itu perlu diajarkan sejak dini atau saat anak-anak berusia 6-12 tahun.

Ide inilah yang dimunculkan Sri Irdayati, perempuan kelahiran Pemangkat, Kalimantan Barat, 6 Juli 1985. Dia terinspirasi film Richie Rich. Film ini menceritakan bagaimana Richie, seorang anak kaya, yang sejak kecil hidupnya sudah mengenal dunia bisnis. Richie fasih sekali berbicara tentang pergerakan saham, tapi dia juga tidak kehilangan kehidupan bermainnya.

Anak-anak sedang asyik belajar dan bisa dilakukan dimana saja bersama teman-teman.

Dari situ, Irda pun membuka sekolah kegiatan bisnis gratis untuk anak-anak di Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara, tepatnya setelah lulus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro pada 2007. Lokasinya di rumah kontrakan yang disewa oleh suaminya, Dedi Purwanto, yang juga pengajar kursus bahasa Inggris.

“Saya kerja sama dengan RW di situ. Saya mengumpulkan anak-anak, ada anak tukang ojek, tukang cuci, dan saya mengajak mereka untuk bisa memiliki pemikiran yang lebih luas dan dibuka wawasannya terhadap masa depan,” tuturnya.

Saat itu, hanya tujuh anak yang hadir. Irda mulai memberikan motivasi kepada mereka apa yang bisa dilakukan setelah tamat dari SD, SMP, dan SMA. Kemudian apa cita-cita yang mereka bangun. Irda berusaha untuk membuka wawasan anak-anak di kelas bisnis bahwa mereka juga punya potensi untuk bisa mengangkat ekonomi keluarganya kepada yang lebih baik.

Dia memberitahukan bahwa dengan bekal ilmu-ilmu yang dimiliki saat ini, mereka bisa mewujudkan cita-cita mereka meskipun dalam kenyataannya keluarga mereka tidak memiliki biaya.

“Bahwa sebenarnya biaya itu bisa didapatkan, dan itu kembali ke diri kita. Kalau kita mau, kita bisa kuliah sambil buka usaha untuk mewujudkan cita-cita itu,” kata Irda kepada anak-anak yang dibimbingnya itu.

“Bahwa sebenarnya biaya itu bisa didapatkan, dan itu kembali ke diri kita. Kalau kita mau, kita bisa kuliah sambil buka usaha untuk mewujudkan cita-cita itu,”.

Dalam pengajarannya di kelas bisnis ini, Irda menerapkan konsep bermain. Sebab, menurutnya untuk hal yang sifatnya bisnis, bagi mereka yang sudah duduk di bangku SMA atau kuliah mungkin bisa menangkap, tapi buat anak-anak itu sesuatu yang abstrak. “Makanya kita bikin dalam bentuk permainanpermainan. Dan untuk memotivasi mereka, saya menyapa mereka dengan sapaan bos, singkatan dari bakal orang sukses,” ucapnya.

Dalam permainan itu, anak-anak “disulap” untuk menjadi direktur, tenaga marketing, dan bagian produksi. Jadi, kata Irda, dalam konsep permainan ini, mereka diberi tantangan. Misalnya, mereka harus bisa bekerja sama dengan grup temannya dalam membuat usaha manik-manik dan langsung mensimulasikannya. Irda membagi-bagi mereka siapa yang menjadi direktur, bagian marketing dan produksinya. Masing-masing harus mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Mereka juga harus memikirkan bagaimana cara menjaga kualitas pesanan.

Irda juga sudah menyiapkan pasarnya yang akan memesan produk mereka. Dalam hal ini, anak-anak itu bisa belajar bagaimana kesanggupan mereka untuk memenuhi pesanan sesuai yang diminta pembeli. Mereka juga harus bekerja sama bagaimana menetapkan harganya supaya diterima di pasar.

“Simulasi biasanya dilakukan dalam kurun waktu 90 menit. Terus nanti kita bikin grup untuk tandingan mereka dari perusahaan manik-manik yang lain. Kita lihat grafiknya siapa income-nya yang lebih tinggi,” tuturnya.

“Jadi, teorinya itu hanya 30 persennya saja, selebihnya kita praktek langsung. Ini yang membuat anak-anak itu happy. Karena, anak-anak itu maunya gerak, kalau cuma mendengarkan saja pasti sudah kabur,” katanya.

“Jadi, teorinya itu hanya 30 persennya, selebihnya kita praktek langsung. Ini yang membuat anak-anak itu happy. Karena, anak-anak itu maunya gerak, kalau cuma mendengarkan saja pasti sudah kabur,” katanya.

Melihat bagaimana kemajuan dari anak-anak yang dibinanya itu, para orang tua di sekitar tempatnya tinggal pun semakin banyak yang mengizinkan anak-anak mereka mengikuti kelas bisnis yang dibangun Irda itu. Jumlahnya bertambah menjadi 20 anak dan bahkan Irda juga membuka cabang di Cibubur untuk membimbing anak-anak pemulung yang ada di sana.

Pada 2015 hingga 2018, sekolah bisnis ini terhenti karena Irda harus mengikuti suaminya yang mendapatkan beasiswa sekolah di Belanda. Jadi, untuk saat ini, Irda mengatakan agak lost contact dengan anak-anak bimbingannya yang ada di kelas bisnis dulu. “Kalau sepanjang tahun 2012-2019, banyak mengadakan event kewirausahaan, mengadakan pelatihan buat guru-guru agar mereka juga memfasilitasi para siswanya dalam pengembangan entrepreneurship,” katanya.

Sementara, di masa pandemi yang terjadi pada 2020 hingga 2021 ini, Irda yang kini tinggal di Serpong, Tangerang Selatan ini, tengah bekerja sama dengan Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk membangun kewirausahaan di lingkungan UMKM agar bisa meningkatkan keterampilan mereka di tengah pandemi. “Jadi, kita sekarang kolaborasi untuk membantu para UMKM yang tengah berjuang di tengah pandemi ini,” katanya.

2 Comments

  • Testymo
    4 years ago Reply

    This is really amazing! Aliquid ex ea commodi consequatur?

  • Mike Smythson
    4 years ago Reply

    Yes sure!
    Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus sit voluptatem accusantium doloremque laudantium.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search