Hutan di Gunung Lemongan Kembali Menghijau

A’AK ABDULLAH AL-KUDUS

DESA LEMONGAN, LUMAJANG, JAWA TIMUR

Perjuangan masyarakat desa di Gunung Lemongan masih terus dilakukan untuk menghijaukan kembali hutan yang dirusak para pembalak liar.

PEMBALAKAN liar atau illegal logging yang terjadi di hutan lindung sekitar Gunung Lemongan telah menyebabkan debit air di Ranu Klakah, sebuah danau di wilayah Lumajang, mulai berkurang. Itu sudah terjadi sejak 1998 hingga 2002. Namun, dari 2.000 hektare hutan yang gundul saat itu, seluas 400 hektare sudah bisa dihutankan kembali. Ranu Klakah, danau terpenting di kawasan itu, kembali dipenuhi air.

A’ak Abdullah al-Kudus adalah sosok yang telah berjuang untuk menyelamatkan hutan itu. Perjuangan yang dilakukan pria kelahiran Lumajang, 12 Oktober 1974, ini tidaklah mudah. Dia harus berhadapan dengan para pembalak liar yang hingga saat ini pun masih saja melakukan aksinya di hutan lindung Gunung Lemongan. “Waktu marak terjadinya pembalakan liar di hutan lindung sekitar Gunung Lemongan itu, air banyak yang kering. Di Lumajang, tempat kami tinggal, ada 13 danau dan semua mengalami penurunan debit air, termasuk Ranu Klakah,” ujarnya.

Sebagai penduduk asli Lumajang yang juga tinggal di sana, A’ak merasa prihatin melihat kondisi itu. Makanya, dia mengajak warga sekitar melakukan sesuatu sebisanya untuk memulihkan kembali kondisi hutan. Mereka menanam kembali hutan yang sudah gundul itu agar kembali hijau. “Anak-anak saya nanti juga akan tumbuh besar di sini. Jadi, jangan sampai mereka nanti tidak punya air,”ucapnya.

Karena itu, tepatnya pada 2005, ia bersama 15 relawan dari warga sekitar pun berinisiatif membentuk Laskar Hijau untuk bisa mempercepat penanaman di hutan-hutan yang sudah gundul. “Begitu musim hujan datang, kami aktif menanam, dan kalau musim kemarau kami merawat semua tanaman itu,” kata A’ak.

A’ak Abdullah bersama para relawan Laskar Hijau menanam kembali lahan hutan yang rusak.

Untuk penyediaan bibit, A’ak mengatakan mereka yang mengusahakannya sendiri secara swadaya. “Saya dan teman-teman membibit di rumah. Nah, bibit-bibit ini kami bawa ke gunung pas musim,” ujarnya.

Saat itu, A’ak berpikir usahanya bersama rekan-rekannya untuk menghijaukan kembali hutan di daerah mereka itu akan berjalan mulus. Nyatanya, mereka harus mengalami persoalan yang bisa dibilang sangat kompleks. Mereka harus bertengkar dengan orang-orang dari Perhutani. Tidak hanya itu, mereka juga harus berlawanan dengan sesama rakyat yang masih terus merusak hutan. “Sampai-sampai kami pernah mau dibunuh,” tuturnya. Namun, tantangan dan ancaman itu tidak membuat A’ak dan rekan-rekannya ciut.

“Tanaman yang pernah kami tanam pun dirusak untuk dijadikan kebun. Tantangan berat kami sekarang di situ, karena harus berhadapan dengan sesama rakyat,” ucapnya.

Akhirnya, semua usaha yang dilakukan anggota Laskar Hijau itu pun berbuah manis. Hingga kini, mereka sudah berhasil menghijaukan 400 hektare lokasi di sekitar Gunung Lemongan dari total 2.000 hektare yang sudah gundul. Kondisi air sekarang juga sudah mulai pulih, meskipun masih ada beberapa daerah yang kekeringan sewaktu terjadi musim kemarau, seperti Lumajang
daerah utara.

A’ak Abdullah, dalam sebuah demonstrasi menyuarakan suaranya untuk melawan para perambah hutan.

Kondisi banjir dan longsor sudah banyak berkurang. Dulu, kata A’ak, sedimentasi lumpur dari gunung itu banyak, sehingga membuat danau mengalami pendangkalan yang sangat drastis. Tapi, sekarang kondisi danau sudah mulai normal dan proses pendangkalan juga sudah berkurang.

Saat ini, aktivitas konservasi yang dilakukan Laskar Hijau masih berfokus di Gunung Lemongan. Meski begitu, mereka tidak akan menolak permintaan dari daerah lain seperti Banyuwangi, Probolinggo, Malang, dan Sumenep, untuk menjadi bagian dari laskar untuk daerah mereka. Hingga kini, A’ak telah melatih sebanyak 100 orang di berbagai daerah ini untuk melakukan penghijauan hutan di sana.

Kami bergotong royong untuk membuat Indonesia menjadi lebih bersih dan lebih hijau. Gotong royong bagi kami adalah nilai kearifan lokal yang perlu terus tersosialisasi dan dipraktekkan agar tidak tergerus oleh perubahan zaman.

“Jadi, dalam sekian tahun hingga tahun 2021 ini, kami masih berputar untuk menghijaukan 400 hektare yang ada di kawasan Gunung Lemongan. Karena, laju jumlah kerusakan hutan juga terus terjadi, sementara menanam pohon itu kan, satu pohon butuh paling tidak tujuh tahun untuk bisa dikembangkan,” tuturnya. A’ak juga menjelaskan bahwa nilai utama revolusi mental sudah menyatu dengan aktivitas Laskar Hijau. “Kami bergotongroyong untuk membuat Indonesia menjadi lebih bersih dan lebih hijau. Gotong-royong bagi kami adalah nilai kearifan lokal yang perlu terus tersosialisasi dan dipraktekkan agar tidak tergerus oleh perubahan zaman,” ujarnya.

Selalu mengajak masyarakat agar meningkatkan kesadaran dan selalu berubah lebih baik. Namun, sepertinya masih banyak juga masyarakat yang tidak sadar. Apalagi sekarang, masyarakat di daerahnya pun banyak tergila-gila menanam kayu sengon untuk bahan dasar plywood.

“Tanaman yang pernah kami tanam pun dirusak untuk dijadikan kebun. Tantangan berat kami sekarang di situ, karena harus berhadapan dengan sesama rakyat,” ucapnya.

Untuk itu, A’ak dan rekan-rekan yang ada di Laskar Hijau terus memberikan edukasi kepada warga terutama anak-anak muda serta para pendaki gunung soal perlunya melakukan konservasi hutan. “Bahkan para pendaki yang mau ke Gunung Lemongan kita ajak berdiskusi tentang pelestarian lingkungan. Mereka terlibat juga menanam dan kita dorong untuk melakukan hal yang sama di kampung mereka sendiri,” kata A’ak.

2 Comments

  • Testymo
    4 years ago Reply

    This is really amazing! Aliquid ex ea commodi consequatur?

    • Mike Smythson
      4 years ago Reply

      Yes sure!
      Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus sit voluptatem accusantium doloremque laudantium.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search