PENGGAGAS APLIKASI MODE DARURAT TANPA SINYAL, TANPA SERVER

MAMAN SULAEMAN

PEKALONGAN, JAWA TENGAH

Aplikasi penilaian belajar mode darurat memudahkan  siswa, guru, dan sekolah untuk tidak lagi bergantung pada jaringan internet stabil  dalam mengerjakan atau mengoreksi ujian. 

DI MASA pandemi Covid-19, pembelajaran jarak jauh menjadi pilihan yang diterapkan sekolah-sekolah di Indonesia. Semua proses belajar-mengajar dilakukan secara virtual. Tantangan yang acap kali dialami baik siswa maupun guru adalah masalah sinyal atau jaringan internet. Apalagi tidak semua wilayah punya jaringan internet yang memadai. Jika jaringan internet bagus pun, bukan tak mungkin siswa tak punya cukup dana untuk membeli paket data.  

Persoalan ini membangkitkan ide dari seorang guru bernama Maman Sulaeman, yang sekolah tempatnya mengajar di SMK Gondang Wonopringgo, Pekalongan, Jawa Tengah, juga mengalami kesulitan itu. Ia pun menggagas aplikasi  penilaian belajar mode darurat. 

Ide mengembangkan aplikasi belajar mode darurat itu tercetus saat sekolahnya mengalami kesulitan dalam melaksanakan ujian serentak pada 2020. Sekolahnya tidak memiliki Wifi di setiap ruangan, sehingga siswa terkendala jaringan. Pada 2016, Maman pertama kali bertemu dengan aplikasi TCExam, yakni sebuah aplikasi ujian online yang bersifat open source, yang dapat dimodifikasi sesuai keinginan. 

Maman sendiri merupakan Kepala Program Teknik Komputer dan Jaringan di SMK Gondang Wonopringgo. Sejak mengenal TCExam, Maman mencoba untuk terus memodifikasinya. Hingga pada 2020 Maman memutuskan untuk menguji coba hasil modifikasinya yang dinamai Aplikasi Penilaian Belajar Mode Darurat “Tanpa Sinyal, Tanpa Server”.

Dari rumah kecilnya di  Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, berbekal laptop pinjaman dari  sekolah tempatnya mengajar, ia kemudian membongkar lagi aplikasi TCExam dan akhirnya menemukan terobosan  tanpa server dan tanpa kuota ini. 

Dari rumah kecilnya di  Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, berbekal laptop pinjaman dari  sekolah tempatnya mengajar, ia kemudian membongkar lagi aplikasi TCExam dan akhirnya menemukan terobosan  tanpa server dan tanpa kuota ini.

Maman Sulaeman berdiskusi dengan tim IT untuk mendukung program aplikasi ujian mode darurat.

Beberapa persoalan hadir di tengah upaya Maman mengembangkan TCExam tersebut. Saat pertama kali ia menemukan aplikasi ini, ia menyadari bahwa untuk menjalankan aplikasi tersebut harus terkoneksi jaringan. Maman kemudian membongkar lagi aplikasi TCExam tersebut dan menemukan terobosan sehingga aplikasi bisa berfungsi tanpa perlu server dan tentu saja bisa beroperasi tanpa kuota internet.

Dengan aplikasi barunya itu, Maman bisa membantu sekolah selaku penyelenggara ujian tidak perlu memiliki hosting, domain, maupun  server. Sebab, aplikasi ini dapat dibangkitkan dari laptop guru atau laptop panitia ujian saja.  Aplikasi ini bisa membangkitkan soal berupa halaman web yang bisa dikirim ke siswa dalam bentuk html dalam bentuk file. File soal dapat diminta oleh siswa lewat Bluetooth, flashdisk, maupun media transfer lain tanpa perlu menggunakan kuota utama.

Karya Maman ini langsung dirasakan manfaatnya oleh para siswa dan guru di sekolah tempatnya mengajar. Riyatni, salah satu siswi di SMK Gondang Wonopringgo, mengaku tidak lagi terganggu saat mengerjakan soal-soal ujian online seperti yang dialami sebelumnya akibat sinyal yang susah di rumahnya. “Pihak sekolah menawarkan saya untuk menggunakan mode darurat. Setelah itu, saya bisa mengerjakan seluruh soal tersebut  dengan mudah dan tanpa sinyal,” katanya. 

Tidak hanya siswa, gugu-guru di sekolah tempat Maman mengajar juga merasakan hal serupa. Ulya Latifah, guru SMK Gondang Wonopringgo, bersemangat menggunakan aplikasi ini. “Tadinya guru-guru harus membuat dan mengecek soal-soal secara manual satu per satu. Tapi, sekarang kita tinggal membuat soal sesuai template yang disediakan oleh Pak Maman. Sangat praktis, hemat waktu, dan efisien,” tuturnya.

Sudah 16 sekolah dari 9  provinsi di seluruh Indonesia dengan total siswa 4.671 peserta ujian, dan 464 user Telegram  yang sudah terdaftar sebagai pengguna aplikasi  penilaian belajar mode darurat ini.

Seorang siswa SMK Gondang Wonopringgo, Pekalongan, Jawa Tengah, menerima file ujian melalui bluetooth dari laptop guru Maman Sulaeman saat mengikuti sosialisasi program ujian mode darurat di sekolahnya. 

Awal mulanya, Maman hanya mengaplikasikan ini di sekolah tempatnya mengajar. Setahun setelah aplikasi TCExam ini digagas, sekolah lain dari berbagai wilayah di Indonesia pun turut menggunakannya. Sejak berhasil mengembangkan TCExam menjadi aplikasi ujian mode darurat ini, Maman banyak berbagi informasi tentang temuannya ini melalui laman Facebooknya yang kemudian terorganisasi menjadi sebuah grup Telegram. Dari situlah kemudian banyak sekolah lain dari berbagai wilayah tertarik untuk bergabung. 

Sudah 16 sekolah dari 9 provinsi di seluruh Indonesia dengan total siswa 4.671 peserta ujian, dan 464 user Telegram yang sudah terdaftar sebagai pengguna aplikasi penilaian belajar mode darurat ini.

Hingga kini aplikasi tersebut telah banyak diadaptasi oleh sekolah lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Irfan Fatoni, guru MTsN 3 Magetan, Jawa Timur, sudah setahun terakhir menerapkan aplikasi mode darurat ini di sekolahnya. Ia pun bercerita bahwa lebih dari 700 siswanya telah merasakan kemudahan dari aplikasi ini. “Saya mengendalikan sendiri agar mudah juga pengoreksiannya. Saya buat regrouping 24 kelas supaya bisa saya koreksi. Sistem dan alatnya juga mudah digunakan. Dengan metode Pak Maman, saya merasakan hemat anggaran sekali. Apalagi sekarang sekolah sedang mengejar ujian tanpa penggunaan kertas,” ucapnya.

Siswi SMK Gondang Wonopringgo, Pekalongan, Jawa Tengah, sedang praktek pemasangan kabel di laboratorium sekolahnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search