Sociopreneur Literasi Penjual Imajinasi

Irwan Bajang

Sleman, Daerah istimewa Yogyakarta

Kecintaan pada buku, pada aktivitas membaca, dan kegiatan- kegiatan literasi lainnya itu bisa dimulai dari keluarga sejak dini.

Irwan Bajang bersama istrinya di kantor Independent School, Yogyakarta.

BERBAGAI dongeng dari Nusantara adalah pengantar tidur Irwan sejak kecil. Tuturan kisah dari sang nenek atau kedua orang tuanya membuat imajinasinya bertualang sebelum lelap menjelang. Siapa sangka, kebiasaan mendengarkan dongeng ini menjadi awal mulai ia mencintai dunia literasi. Ketika ia sudah duduk di bangku sekolah, kebutuhannya untuk mendapatkan sumber imajinasi baru dicarinya lewat buku-buku bacaan yang tersedia di sekolahnya. Seperti mendapatkan dukungan semesta, Irwan selalu berada di kelas yang dekat dengan perpustakaan. Karya-karya sastrawan Pujangga Baru dan Balai Pustaka menjadi bacaan pertamanya.

Membaca ternyata menambah kosakata dan mengembangkan pola pikirnya, lebih dari teman-teman sekolahnya yang sama-sama lahir dan besar di pedesaan Pulau Lombok. Yogyakarta menjadi tempatnya mengembangkan sayap lebih lebar. Di kota tempat Irwan melanjutkan kuliah ini ia menemukan berbagai bacaan baru yang tidak melulu karya klasik. Ia jadi punya pemahaman baru bahwa ada beragam penulis di Indonesia ini, dengan ragam genre yang juga variatif.

Awalnya ia gandrung membeli buku baru untuk memenuhi dahaganya akan pengetahuan baru. Lambat-laun ia sadar bahwa ia tidak mungkin menghabiskan semua uang jajannya hanya untuk buku. Irwan akhirnya mulai mencari komunitas penulisan dan pembaca buku.

Ketika mulai rajin menulis dan mengirim karya ke berbagai media barulah Irwan menemukan kenyataan bahwa tidak mudah menjadi penulis yang karyanya dipublikasian secara luas.

Tahun 2009, tercetuslah ide untuk membuat Indie Book Corner bersama teman-teman komunitasnya. Sebuah wajah penerbitan buku independen yang bisa mewadahi siapa saja yang ingin menulis dan menerbitkan buku secara mandiri. Proyek antologi bersama dengan komunitas menjadi salah satu kegiatan utama. Sistem pendanaannya adalah patungan dibagi rata. Buku yang diterbitkan juga dijual dan dipasarkan secara mandiri bersama-sama dengan setiap orang yang ikut terlibat dalam antologi tersebut. Kadang, para penulisnya juga membagikan karyanya itu secara percuma, agar kebahagiaan yang mereka tulis dapat dinikmati banyak orang.

Para pelajar dan masyarakat  tertarik mengikuti pelatihan menulis yang disampaikan oleh Irwan Bajang.
Irwan Bajang bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Independent School.

Forum-forum diskusi yang dibuatnya perlahan menjadi semakin rutin, sehingga diberinya nama Independent School. Kelas-kelas literasi yang difasilitasi oleh Independent School punya tema yang beragam dan aplikatif. Ada kelas menulis, menyunting naskah, desain buku, pemasaran, bahkan branding. Di sekolah alternatif ini, para penulis mempersiapkan dirinya untuk tahu banyak hal sebelum terjun ke dunia komersial. Para pengajar di sekolah ini adalah praktisi yang sudah berkecimpung di berbagai industri sehingga bisa memberikan cara pandang yang lebih proporsional berdasarkan pengalaman mereka. Pada akhir masa belajar, para peserta boleh memilih akan menerbitkan bukunya bersama Indie Book Corner ataukah di penerbit lain atau bahkan mendirikan penerbit miliknya sendiri.

Ternyata kampanye penerbitan, kampanye publikasi, kampanye menulis yang kami lakukan dibutuhkan oleh banyak sekali orang, dari Aceh, Ambon, dari Papua, dari Sulawesi, hampir di seluruh Indonesia mengontak dan mengajak kerja sama dalam banyak hal.

“Literasi itu sama seperti kalau kita mau swasembada beras ya perbaiki dulu petaninya, perbaiki sawahnya. Kalau kita mau masyarakat kita terliterasi dengan baik, akses membaca tersebar dengan baik dan merata ya kita juga jangan alergi membicarakan bisnis literasinya.”

Irwan Bajang bersama Independent School membuka stan di acara Festival Kesenian Yogyakarta

Tidak jarang Independent School juga bekerja sama dengan berbagai komunitas, sekolah, serta kampus untuk mengadakan workshop keliling seputar literasi. Hingga kini, sudah ribuan alumni workshop Independent School yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Hal yang paling membedakan dari aktivitas literasi di Independent School adalah para peserta akan diberi pemahaman dan kemampuan praktis yang menyeluruh tentang dunia penerbitan serta literasi di Indonesia. Dari hal yang paling umum sampai yang paling rahasia sekalipun. Semua itu agar penulis yang dihasilkan adalah penulis yang punya perspektif yang lebih luas dalam berkarya, kemampuan praktis yang mumpuni sehingga memenuhi standar kualitas minimum, dan berkontribusi bagi dunia literasi Indonesia.

Belakangan Irwan mulai mengembangkan festival literasi yang diberi nama Patjar Merah bersama beberapa pegiat literasi lainnya. Pasar buku yang cita-citanya adalah berkeliling ke seluruh Indonesia, membawa buku-buku dari berbagai penerbit, buku-buku yang harganya murah, yang harganya kompetitif, kemudian berkolaborasi dengan banyak orang sehingga distribusi buku bisa jauh lebih gampang. Setelah aktif terlibat dalam penerbitan buku, mengedukasi penulis lewat kelas-kelas literasi yang dibuatnya, hal lain yang dicita-citakannya adalah membuat buku bisa terdistribusi secara mudah, murah, dan luas di Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search