Mewujudkan Desa Mandiri Energi

Harianto Albarr

Barru, Sulawesi Selatan

Bagi orang kampung, mahasiswa adalah manusia serba bisa. Akhirnya, ketika saya pulang kampung, saya selalu ditanya sama orang-orang di kampung, “Bawa oleh-oleh apa? Bawa dari Makassar buat kampung ini?”

Tidak seperti kebanyakan mahasiswa yang berpikir bisa lulus saja sudah untung, Harianto merasa ia punya tanggung jawab sosial bagi masyarakat di desanya yang mengharapkannya bisa menjadi anak muda yang mendatangkan kemajuan bagi desa. Apalagi bisa dibilang ia adalah putra desa pertama yang mampu melanjutkan sekolah sampai jenjang kuliah.

Putra asli Desa Bacu-Bacu, di di lereng perbukitan Coppo Tile, Kecamatan Pujananting, Barru, Sulawesi Selatan ini menyadari bahwa salah satu masalah mendasar adalah belum adanya listrik. Letak desanya saat itu cenderung sulit dijangkau. Jalan raya saja belum ada, dan untuk sampai ke desanya masih harus berjalan kaki dari ruas jalan utama terakhir.

Harianto teringat bahwa desanya pernah dapat bantuan genset dan dinamo listrik dari pemda setempat. Namun jarang digunakan karena dirasa merepotkan dari segi penyediaan solar dan perawatan. Harianto lalu memanfaatkan dinamo listrik yang ada sebagai salah satu alat untuk untuk uji coba pembangkit listrik sederhana dengan tenaga air dari sungai desa.

Harianto Albarr bersama keluarganya, dukungan orang tua sangat berperan banyak dalam kegiatanya.

“Saat menyampaikan ide kepada penduduk desa, sampai ada orang yang bersumpah bahwa tidak percaya dan tidak mungkin. Karena seandainya air bisa jadi listrik, sejak dulu ada listrik di sini karena sejak lahir ada di sini. Tapi berkat dukungan orang tua dan orang-orang terdekat yang membuat saya bisa,” ujarnya.

Model teknologi yang dimanfaatkan oleh Harianto adalah penggunaan mekanisme kincir air dari kayu sebagai penggerak utama, juga memanfaatkan generator bantuan pemda setempat yang sudah ada sebelumnya. Berbekal sedikit kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, selama dua bulan Harianto mempersiapkan semua perlengkapan yang diperlukan dengan bantuan orang tua serta para sepupu dan saudara di sekitar rumahnya.

Kincir kayu tersebut sukses menghasilkan listrik yang bisa menerangi rumahnya dan empat rumah saudaranya di sekitar rumahnya. Meskipun listrik yang dihasilkan baru 1.000 watt, bagi warga desanya hal itu merupakan sesuatu yang sangat besar. Keberhasilannya tersebut membuka mata penduduk desa yang lain. Mereka yang awalnya tidak percaya dan mencibir akhirnya melihat sendiri rumah orang tua Harianto bisa terang-benderang.

Debit air sungai yang deras di Desa Bacu-Bacu diubah menjadi energi listrik menggunakan dinamo listrik.

Setelah semua warga desa satu pemahaman, Harianto memberanikan diri berkonsolidasi dan mengoordinasi warga desa untuk membuat instalasi yang lebih besar dengan modal swadaya masyarakat. Hasil urunan lalu dibelikan generator, pipa, semen, kabel, dan lampu. Listrik betul-betul bisa menyala sampai ke rumah mereka masing-masing. Pada 2012, semua rumah di desanya sudah diterangi listrik yang mereka hasilkan secara mandiri, dengan empat instalasi berkapasitas 20 kWh.

Tahun 2014 desanya mendapatkan hibah PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikro hidro) dari salah satu BUMN sebagai bagian dari CSR . Desanya juga sudah dialiri listrik dari PLN, namun warga desa tetap menggunakan listrik mandiri yang mereka upayakan bersama sebelumnya.

Listrik menjadi hal yang mengubah jalan hidup Harianto Albarr dan mendedikasikan dirinya menjadi konsultan pengadaan listrik mandiri di berbagai desa di Indonesia; seperti wilayah Papua Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatra, hingga Kalimantan. Hingga saat ini ada lebih dari 50 instalasi listrik yang sudah dibantu kelola oleh Harianto.

Harianto lalu mendirikan CV Mandiri Pro Nusantara, yang bergerak di bidang konsultasi dan pengadaan listrik mandiri. Ia juga menginisiasi terbentuknya Relawan Desa Mandiri, yang mencari daerah-daerah yang belum ada listriknya, kemudian mencarikan dana lewat berbagai proposal kerja sama dengan banyak pihak.

Inovasinya tidak hanya berhenti di pembangkit listrik tenaga air, namun ia akan melihat potensi yang ada di setiap desa yang akan dibangun tenaga listrik mandiri. Kalau misalnya desa tersebut punya sumber tenaga surya, ia akan membantu membuatkan pembangkit listrik mandiri tenaga surya.

Mimpi Harianto Albarr selanjutnya adalah bisa membangun 1.000 PLTMH di seluruh Indonesia dengan dukungan dari berbagai pihak karena masih banyak desa yang belum teraliri listrik.

Bagi anak muda yang sedang menjajaki dunia socialpreneur, Harianto Albarr mengatakan bahwa mereka harus peka dengan daerah-daerah sekitar dan peka dengan isu-isu sosial yang ada di lingkungannya. Setelah itu secara pribadi juga harus menyiapkan diri untuk memberikan solusi terhadap isu-isu sosial yang ada di lingkungan sehingga ketika ketemu dengan masalah dengan cepat bisa merespons dan memberikan solusi.

Anak-anak muda juga harus punya mimpi besar, walaupun berasal dari kampung, dengan latar belakang keluarga yang sederhana, semua berhak untuk punya mimpi besar. Sekolah dan kuliah adalah jalan untuk membuka cakrawala berpikir kita bahwa dunia ini luas, dan dari situlah kita bisa memberikan manfaat yang jauh lebih besar kepada lingkungan, orang-orang yang kita cintai, dan orang-orang di sekitar kita.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search